Mungkin kita tidak
akan pernah menemukan satu pun di antara makhluk ciptaan Allah Subhanahu Wa
Ta’ala yang dinamakan ‘manusia’ termasuk kita luput dari melakukan maksiat.
Tidak sedikit di antara mereka yang hidupnya penuh dengan maksiat, bahkan ada
yang melakukannya setiap saat bak sebuah nikmat (wal ‘iyadzu billah).
Kendati demikian,
bukan berarti kita lantas bebas dan semaunya berbuat maksiat, seharusnya kita
takut terhadap siksa Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang pedihnya teramat sangat
lagi maha dahsyat. Sudah sepatutnya kita sebagai hamba Allah Subhanahu Wa
Ta’ala yang terus-menerus diberikan nikmat untuk selalu berusaha ta’at dan
berupaya semaksimal mungkin mencari kiat-kiat agar terhindar dari segala
maksiat yang merupakan tipu muslihat para setan yang terlaknat. Di antara
kiat-kiat agar kita terhindar dari maksiat adalah sebagai berikut:
Kiat
Pertama: Hendaklah seorang hamba mengetahui bahwa maksiat itu adalah perbuatan
tercela, buruk dan hina.
Sesungguhnya Allah
Subhanahu Wa Ta’ala mengharamkan dan melarang untuk melakukannya semata-mata untuk
menjaga dan melindungi manusia dari kehinaan tersebut, sebagaimana halnya
seorang ayah yang penyayang dan penuh perhatian menjaga anaknya dari sesuatu
yang membahayakannya. Dan faktor/ kiat ini tentu membawa seorang yang berakal
untuk meninggalkan kemaksiatan yang diharamkan Allah Azza Wa Jalla, meskipun
tidak disertai dengan ancaman akan siksa Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Kiat
kedua: Memiliki rasa malu terhadap Allah Azza Wa Jalla.
Sesungguhnya seorang
hamba ketika mengetahui bahwa Allah Subhanahu Wa Ta’ala senantiasa melihatnya
dan mengetahui kedudukanNYa atas dirinya, dan bahwasanya dirinya selalu diawasi
dan (ucapannya selalu) didengar olehNya, maka tentu dia akan merasa malu
kepadaNya untuk memperlihatkan atau melakukan perbuatan yang mengundang
kemurkaanNya.
Kiat
ketiga: Memelihara nikmat-nikmat Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan semua kebaikan
yang diberikan Allah Subhanahu Wa Ta’ala kepadamu.
Sesungguhnya tidak
diragukan lagi bahwa dosa-dosa merupakan sebab yang dapat menghilangkan
nikmat-nikmat Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Maka tidaklah seorang hamba melakukan
perbuatan dosa melainkan hilang nikmat Allah Subhanahu Wa Ta’ala darinya
sebanyak atau sebesar dosa yang dikerjakan. Dan jika dia bertaubat dan kembali
kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala, maka kembalilah nikmat tersebut atau yang
semisalnya kepadanya. Dan jika dia mengulangi kembali atau terus-menerus
melakukan dosa, maka nikmat pun tidak kembali kepadanya. Maka dosa-dosa itu pun
senantiasa menghilangkan nikmat demi nikmat sampai semuanya lenyap dan tak
tersisa. Sebagaimana yang difirmankan Allah Subhanahu Wa Ta’ala, artinya, “Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sehingga
mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (QS.
ar-Ra’d: 11).
Dan nikmat yang paling
agung adalah nikmat iman, sedang dosa berzina, mencuri, minum khamer, dan
mengambil hak/ harta orang lain dapat menghilangkan dan melenyapkannya.
Sebagian salaf berkata, “Aku pernah melakukan dosa, dan
aku pun diharamkan (terhalang) untuk melakukan shalat sunnah di waktu malam.” Dan
yang lainnya berkata,“Aku pernah melakukan dosa, maka aku pun
diharamkan (sulit) untuk memahami al-Qur`an.” Dan perkataan
yang senada dengan ini, “Jika engkau mendapatkan
kenikmatan, maka peliharalah ia, karena sesungguhnya kemaksiatan menghilangkan
kenikmatan.”
Kesimpulannya
sesungguhnya kemaksiatan adalah api yang membakar kenikmatan seperti api yang
memakan kayu. Na’udzu billah dari kehilangan nikmat dan ampunanNya.
Kiat
keempat: Takut kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan adzabNya.
Sesungguhnya hal ini
hanyalah bagi orang yang beriman terhadap janji dan ancaman Allah Subhanahu Wa
Ta’ala dan beriman denganNya, kitabNya, dan RasulNya. Dan kiat/ faktor ini
menjadi kuat dengan ilmu dan keyakinan dan menjadi lemah dengan lemahnya keduanya.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman, artinya, “Sesungguhnya yang takut kepada
Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama.” (QS.
al-Faathir: 28).
Dan sebagian salaf
berkata, “Cukuplah dengan ilmu, membuat (seseorang) takut kepada Allah
Subhanahu Wa Ta’ala. Dan cukuplah dengan kebodohan, membuat (seseorang) lalai
mengingat Allah Subhanahu Wa Ta’ala.”
Kiat
kelima: Mencintai Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Dan inilah adalah
kiat/ faktor yang paling kuat untuk melatih sabar untuk tidak menentang dan
mendurhakaiNya. Karena sesungguhnya orang yang mencintai pasti patuh dan taat
kepada siapa yang dicintainya.
Kiat
keenam: Menjaga kehormatan
diri, kesuciannya, keutamaannya, semangatnya, dan wibawanya, dari melakukan
kemaksiatan.
Kiat
ketujuh: Mengetahui dengan benar akan dampak buruk kemaksiatan, dan bahaya yang
ditimbulkan olehnya.
Seperti: berupa wajah
yang hitam, membuat hati menjadi gelap, sempit, gelisah, sedih dan sakit,
menyesakkan dada, merusaknya, dan lemahnya hati untuk melawan musuhnya. Karena
sesungguhnya dosa mematikan hati. Dan seorang hamba, apabila berbuat dosa, maka
diletakkan titik hitam di dalam hatinya, jika dia bertaubat darinya, maka
bersinarlah hatinya. Dan apabila berbuat dosa yang lain, diletakkan kembali
titik/ noda hitam lainnya, dan terus menerus (titik hitam itu menodai hatinya,
pen.) sampai hatinya menjadi sombong, maka itulah hati yang telah tertutup.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman, artinya, “Sekali-kali tidak (demikian),
sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka.” (QS.
al-Muthaffifin: 14).
Kesimpulannya adalah
bahwa dampak-dampak buruk maksiat lebih banyak dari apa yang diketahui oleh
seorang hamba, dan dampak-dampak baik ketaatan lebih banyak dari apa yang
diketahui olehnya. Maka kebaikan dunia dan akhirat adalah dengan
bersungguh-sungguh dalam mentaati Allah Subhanahu Wa Ta’ala, sedangkan
keburukan dunia dan akhirat adalah dengan bersungguh-sungguh dalam bermaksiat
kepadaNya. Dalam hadits qudsi, Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman, “Siapakah orang yang mentaatiku, lalu dia menjadi sengsara dengan
mentaatiku? Dan siapakah orang yang mendurhakaiku, lalu dia menjadi bahagia
dengan mendurhakaiku?”
Kiat
kedelapan: Pendek angan-angan dan mengetahui betapa cepatnya perpindahannya.
Dan sesungguhnya dia
bagaikan seorang musafir yang masuk ke dalam suatu kampung sedangkan dia
bertekad bulat untuk keluar darinya, atau bagaikan seorang penunggang yang
berteduh di bawah pohon, kemudian pergi dan meninggalkannya, karena dia
mengetahui bahwa singgahnya hanya sesaat sedangkan kepergiannya begitu cepat,
sehingga mendorongnya untuk meninggalkan sesuatu yang memberatkan bebannya,
membahayakan dan tidak bermanfaat baginya. Serta dia pun berkeinginan untuk
pindah ke tempat yang lebih baik baginya. Maka tidak ada yang lebih bermanfaat
bagi seorang hamba dari pendeknya angan-angan dan tidak ada yang lebih mudharat
baginya dari “At-Taswif” (menunda-nunda/ucapan, ‘saya akan begini …..saya akan
begitu.…’) dan panjang angan-angan.
Kiat
kesembilan: Menjauhi (sikap) berlebihan dalam makan, minum, berpakaian, tidur
dan berinteraksi dengan manusia.
Sesungguhnya kekuatan
yang mendorong untuk berbuat maksiat adalah tumbuh dari hal-hal yang berlebihan
tersebut. Sesungguhnya ia menuntut adanya perubahan, mempersempit yang halal
dan membawanya kepada yang haram. Dan sesuatu yang paling berbahaya bagi
seorang hamba adalah di waktu dia menganggur dan waktu kosongnya. Sesungguhnya
jiwa, janganlah berada dalam keadaan kosong, bahkan jika ia tidak disibukkan
dengan sesuatu yang bermanfaat baginya, maka ia pasti akan disibukkan dengan
sesuatu yang membahayakannya.
Kiat
kesepuluh: Inti dari kiat-kiat ini semua adalah tertancapnya pohon iman di
dalam hati.
Kesabaran seorang
hamba untuk tidak melakukan maksiat sesungguhnya terletak pada besarnya kadar
kekuatan imannya. Setiap kali imannya bertambah kuat, maka semakin sempurnalah
kesabarannya. Sedangkan jika imannya lemah, maka lemahlah kesabaran tersebut. Dan
Allah Subhanahu Wa Ta’ala menentukan siapa yang dikehendakiNya (untuk diberi)
rahmatNya; dan Allah Subhanahu Wa Ta’ala mempunyai karunia yang besar. (Abu Nabiel)
Sumber:
Diterjemahkan dari kitab, “An-Nuqath al-’Asyru adz-Dzahabiyah”, karya: Syaikh
Abdur Rahman bin Ali ad-Dausary.
http://alsofwah.or.id/?pilih=lihatannur&id=603
No comments:
Post a Comment