Tuesday, March 20, 2012

Bahaya Menampakkan Perbuatan maksiat

Sabda Rosululloh shoallallohu ‘alaihi wasallam

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ يَقُولُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ كُلُّ أُمَّتِي مُعَافًى إِلَّا الْمُجَاهِرِينَ وَإِنَّ مِنَ الْمُجَاهَرَةِ أَنْ يَعْمَلَ الرَّجُلُ بِاللَّيْلِ عَمَلًا ثُمَّ يُصْبِحَ وَقَدْ سَتَرَهُ اللَّهُ عَلَيْهِ فَيَقُولَ يَا فُلَانُ عَمِلْتُ الْبَارِحَةَ كَذَا وَكَذَا وَقَدْ بَاتَ يَسْتُرُهُ رَبُّهُ وَيُصْبِحُ يَكْشِفُ سِتْرَ اللَّهِ عَنْهُ

“Dari Abu Huroiroh Rodliyallohu ‘anhu Ia berkata, Aku telah mendengar Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wasallam bersabda: “Setiap umatku dima’afkan kecuali orang yang bersikap terang-terangan (dalam melakukan maksiat). Sesungguhnya termasuk orang yang terang-terangan adalah orang yang melakukan suatu perbuatan di malam hari, lalu tiba pagi dan Alloh telah menutupinya dengan perbuatannya namun justru ia berkata”Wahai fulan, tadi malam aku telah melakukan begini dan begini, padahal malam itu Robbnya telah menutupinya, namun tiba pagi ia membuka penutup Alloh atas dirinya.” (Muttafaqun ‘alaihi)

PENGERTIAN HADITS

Setiap umatku dimaafkan kecuali orang yang bersikap terang-terangan, setiap umatku maksudnya: umat yang memenuhi seruan ajaran Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam. Dimaafkan maksudnya: Alloh Ta’ala mema’afkan mereka. Dan orang yang bersikap terang-terangan maksudnya: orang yang terang-terangan dalam melakukan kemaksiatan kepada Alloh Ta’ala.
Dalam hal ini mereka terbagi menjadi dua golongan:
Pertama, orang yang berbuat kemaksiatan dan dia terang-terangan dalam melakukannya di hadapan khalayak ramai sehingga mereka melihatnya. Tidak diragukan lagi bahwa orang yang bersikap demikian tidak akan dimaafkan dan ia termasuk orang yang bersikap terang-terangan, karena ia memaksakan kecelakaan atas dirinya sendiri dan memaksakannya pada orang lain. Dalam arti lain ia telah melakukan 2 kedholiman, yakni mendholimi diri sendiri dan orang lain. Mendholimi diri sendiri karena ia melakukan maksiat kepada Alloh, dan mendholimi orang lain karena ia memaksa orang lain melihat kemaksiatan yang kita lakukan.
Kedua, orang yang membicarakan atau menceritakan perbuatan maksiatnya kepada orang lain. Bahwa ia telah berbuat demikian dan demikian. Padahal rahasia perbuatannya sudah ditutupi oleh Alloh T’ala karena yang tahu hanyalah ia dan Alloh saja. Namun justru ia sendiri mengungkap rahasia keburukannya dihadapan orang lain dalam keadaan yang tidak terpaksa. Maka ia adalah orang yang terang-terangan dalam bermaksiat pada Alloh Ta’ala dan dia tidak akan dimaafkan oleh-Nya.

FAEDAH HADITS

1. Ketika seseorang berbuat maksiat kepada Alloh, biarkan Alloh Ta’ala menutupi kejelekan kita dengan kita bertaubat kepada-Nya tanpa menceritakan yang kita lakukan pada orang lain sehingga kita membuka aib dan rahasia kita sendiri. Sesungguhnya Alloh Ta’ala Maha menerima taubat.
“Sesungguhnya Taubat di sisi Allah hanyalah Taubat bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan lantaran kejahilan, yang Kemudian mereka bertaubat dengan segera, Maka mereka Itulah yang diterima Allah taubatnya; dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (an Nisa’: 17)
Mujahid Rodliyallohu ‘anhu berkata: semua orang yang melakukan maksiat dengan sadar atau tidak adalah kejahilan, hingga ia berhenti dari dosanya (Tafsir ibnu Katsir)

2.Tidaklah patut bagi seorang muslim merasa sombong dengan berani dan bangganya menceritakan bahkan menampakkan kemaksiatannya pada khalayak ramai sehingga mereka melihatnya dan mengetahui rahasianya. Dengan demikian ia telah mendholimi diri sendiri dan orang lain dan Alloh tidak memaafkan orang yang seperti demikian.

3.Terhadap aib orang lain Alloh Ta’ala dan Rosul-Nya memerintahkan agar kita senantiasa merahasiakannya dan tidak meng-eksposnya pada orang lain kecuali dalam kondisi terpaksa. Karena yang demikian Alloh Ta’ala kelak akan menutupi aib kita. Sabda Rosululloh:

وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ


“Barang siapa yang menutupi aib seorang muslim maka Alloh akan menutupi aibnya pada hari kiamat” (HR. Bukhori dari Abdulloh bin Umar)

4.Hendaklah senantiasa berdo’a:
!$Robbana innan­aa sami’naa munaadiyay yunaadii lil iimaan, an aaminuu birobbikum fa-aamannaa, Robbanaa faghfir lanaa dzunuubanaa wakaffir ‘annaa sayyi aatinaa watawaffanaa ma’al abroor
“Ya Robb kami, Sesungguhnya kami mendengar (seruan) yang menyeru kepada iman, (yaitu): “Berimanlah kamu kepada Tuhanmu”, Maka kamipun beriman. Ya Robb kami, ampunilah bagi kami dosa-dosa kami dan tutupilah dari kami kesalahan-kesalahan kami, dan wafatkanlah kami beserta orang-orang yang banyak berbakti. (QS.Ali Imron: 193)

Wallohu waliyyut taufq
(Ainur Rofiq el- Firdaus)

No comments:

Post a Comment